♦ 1 Komentar
Taru rambut ini tumbuh tepat di pusara atau makam kramat Raden Ayu
Pemecutan alias Gusti Ayu Made Rai berada di tengah setra Badung,
tepatnya di jalan Gunung Batukaru sekarang. Di bawah sebuah pohon kepuh
yang besar, ada sebuah kuburan yang khusus untuk salah seorang keluarga
Puri Pemecutan yang bernama Gusti Ayu Made Rai atau Raden Ayu Pemecutan.
Bagaimana bisa terjadi adanya taru rambut pada sebuah makam kramat
tersebut? Kisah ceritanya adalah sebagai berikut : Tersebutlah seorang
raja di Puri Pemecutan yang bergelar I Gusti Ngurah Gede Pemecutan.
Salah seorang putri beliau bernama Gusti Ayu Made Rai. Sang putri ketika
menginjak dewasa ditimpa penyakit keras dan menahun yakni sakit kuning.
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menyembuhkan penyakit tersebut,
namun tidak kunjung sembuh pula. Sang raja ketika itu mengheningkan bayu
sabda dan idep, memohon kehadapan Hyang Kuasa, di merajan puri. Dari
sana beliau mendapatkan pewisik bahwa Sang Raja hendaknya mengadakan
sabda pandita ratu atau sayembara.
Sang raja kemudian mengeluarkan sabda “barang siapa yang bisa
menyembuhkan penyakit anak saya, kalau perempuan akan diangkat menjadi
anak angkat raja. Kalau laki-laki, kalau memang jodohnya akan dinikahkan
dengan putri raja”. Sabda Pandita Ratu tersebut kemudian menyebar ke
seluruh jagat dan sampai ke daerah Jawa, yang didengar oleh seorang syeh
(guru sepiritual ) dari Yogyakarta. Syeh ini mempunyai seorang murid
kesayangan yang bernama Pangeran Cakraningrat IV dari Bangkalan Madura.
Pangeran kemudian dipanggil oleh gurunya, agar mengikuti sayembara
tersebut ke puri Pemecutan Bali. Maka berangkatlah Pangeran Cakraningrat
ke Bali diiringi oleh empat puluh orang pengikutnya.
Singkat ceritanya, Pangeran Cakraningrat mengikuti sayembara. Dalam
sayembara ini banyak Panggeran atau Putra Raja yang ambil bagian dalam
sayembara penyembuhan penyakit Raden Ayu. Putra-putra raja tersebut ada
dari tanah jawa seperti Metaum Pura, Gegelang, ada dari Tanah Raja
Banten dan tidak ketinggalan Putra-putra Raja dari Tanah Bali. Semua
mengadu kewisesan atau kesaktiannya masing-masing dalam mengobati
penyakit Raden Ayu. Segala kesaktian dalam pengobatan sudah dikerahkan
seperti ilmu penangkal cetik, desti, ilmu teluh tranjana, ilmu santet,
ilmu guna-guna, ilmu bebai, ilmu sihir, jadi semua sudah dikeluarkan
oleh para Pangeran atau Putra Raja, tidak mempan mengobati penyakit dan
malah penyakit Raden Ayu semakin parah, sehingga raja Pemecutan
betul-betul sedih dan panik bagaimana cara mengobati penyakit yang
diderita putrinya. Dalam situasi yang sangat mecekam, tiba-tiba muncul
seorang pemuda tampan yang tidak lain adalah Pangeran Cakraningrat.
Setelah Pangeran melakukan sembah sujud kehadapan Raja Pemecutan dan
mohon diijinkan ikut sayembara. Raja Pemecutan sangat senang dan gembira
menerima kedatangan Pangeran Cakraningrat dan mengijinkan mengikuti
sayembara. Sang Pangeran minta supaya Raden Ayu ditempatkan di sebuah
balai pesamuan Agung atau tempat paruman para Pembesar Kerajaan.
Pangeran Cakraningrat mulai melakukan pengobatan dengan merapal
mantra-mantra suci, telapak tangannya memancarkan cahaya putih kemudian
berbentuk bulatan cahaya yang diarahkan langsung ke tubuh Raden Ayu.
Sakit tuan putri dapat disembuhkan secara total oleh Pangeran
Cakraningrat.
Sesuai dengan janji sang raja, maka Gusti Ayu Made Rai dinikahkan
dengan Pangeran Cakraningrat, ikut ke Bangkalan Madura. Gusti Made Rai
pun kemudian mengikuti kepercayaan Sang Pangeran, berganti nama menjadi
Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Khotijah.
Setelah sekian lama di Madura, Raden Ayu merindukan kampung
halamannya di Pemecutan. Suatu hari ketika ada suatu upacara Meligia
atau Nyekah yaitu upacara Atma Wedana yang dilanjutkan dengan
Ngelingihan (Menyetanakan) Betara Hyang di Pemerajan (tempat suci
keluarga) Puri Pemecutan, Raden Ayu Pemecutan berkunjung ke Puri tempat
kelahirannya. Pada suatu hari saat sandikala (menjelang petang) di Puri,
Raden Ayu Pemecutan alias Raden Ayu Siti Kotijah menjalankan
persembahyangan di Merajan Puri dengan menggunakan Mukena (Krudung).
Ketika itu salah seorang Patih di Puri melihat hal tersebut, disangka
Raden Ayu sedang mempraktekkan ilmu hitam atau ngeleak. Hal tersebut
dianggap aneh dan dikatakan sebagai penganut aliran ilmu hitam.
Patih Kerajaan melaporkan kejadian tersebut kepada Sang Raja. Dan
mendengar laporan Ki Patih tersebut, Sang Raja menjadi murka. Ki Patih
diperintahkan kemudian untuk membunuh Raden Ayu Siti Khotijah. Raden Ayu
Siti Khotijah dibawa ke kuburan Badung. Sesampai di depan Pura Kepuh
Kembar, Raden Ayu berkata kepada patih dan pengiringnya “aku sudah punya
firasat sebelumnya mengenai hal ini. Karena ini adalah perintah raja,
maka laksanakanlah. Dan perlu kau ketahui bahwa aku ketika itu sedang
sholat atau sembahyang menurut kepercayaan Islam, tidak ada maksud jahat
apalagi ngeleak.” Demikian kata Raden Ayu.
Raden Ayu berpesan kepada Sang patih “jangan aku dibunuh dengan
menggunakan senjata tajam. Bunuhlah aku dengan menggunakan tusuk konde
yang diikat dengan daun sirih (lekesan, Bali). Tusukkan ke dadaku.
Apabila aku sudah mati, maka dari badanku akan keluar asap. Apabila asap
tersebut berbau busuk, maka tanamlah aku. Tetapi apabila mengeluarkan
bau yang harum, maka buatkanlah aku tempat suci yang disebut kramat”.
Setelah meninggalnya Raden Ayu, bahwa memang betul dari badanya
keluar asap dan ternyata bau yang keluar sangatlah harum. Perasaan dari
para patih dan pengiringnya menjadi tak menentu, ada yang menangis. Sang
raja menjadi sangat menyesal dengan keputusan beliau. Jenasah Raden Ayu
dimakamkan di tempat tersebut serta dibuatkan tempat suci yang disebut
kramat, sesuai dengan permintaan beliau menjelang dibunuh. Untuk merawat
makam kramat tersebut, ditunjuklah Gede Sedahan Gelogor yang saat itu
menjadi kepala urusan istana di Puri Pemecutan.
Pada suatu hari gegumuk (kuburan) Raden Ayu tumbuh sebuah pohon tepat
di tengah-tengah kuburan tersebut. Pohon tersebut membuat kuburan
engkag atau berbelah. Pohon tersebut dicabut oleh Sedahan Moning, istri
dari sedahan Gelogor, dan kemudian tumbuh lagi. Sampai akhirnya yang
ketiga kalinya, pohon tersebut tumbuh kembali. Jero sedahan Gelogor
bersama Sedahan Moning kemudian bersemedi di hadapan makam tersebut,
didapatkan petunjuk agar pohon yang tumbuh di atas kuburan beliau agar
dipelihara. Karena melalui pohon tersebut beliau akan memberikan
mukjijat kepada umat yang bersembahyang di tempat tersebut. Pohon
tersebut konon tumbuh dari rambut Raden Ayu. Sampai sekarang pohon
tersebut tumbuh tepat di atas makam tersebut. Pohon itu disebut taru
rambut.
Mengenai aci atau upacara yang dipersembahkan dimakam kramat
tersebut, bahwa odalannya (pujawali) jatuh pada Redite (Minggu) Wuku
Pujut, sebagai peringatan hari kelahiran beliau (otonan). Persembahan
(sesaji) yang dihaturkan adalah mengikuti cara kejawen yakni tumpeng
putih kuning, jajan, buah-buahan, lauk pauk, tanpa daging babi. Kini
makam kramat tersebut banyak dikunjungi oleh para peziarah baik warga
muslim untuk nyekar maupun tirakat. Demikian pula dengan warga Hindu
banyak yang datang kesana, baik hanya untuk bersembahyang, maupun untuk
permohonan tertertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar